History? [Fanfic - Jessica - SNSD]
Rasanya sesak. Seperti terhimpit dua
tembok besar diruang hampa udara. Aku benar-benar nggak bisa bernafas dengan
baik sekarang ini. Kata-kata itu memuakkan, terlalu memuakkan. Bahkan perutku
jadi mual. Ini sebuah penghinaan. Bukan penghinaan seperti yang dia katakan waktu
aku berjalan bersama Taemin, kami sedang melaksanakan proker kami. Itu bukan
penghinaan, itu memang harus aku lakukan karena itu tugasku. Tapi yang dia
lakukan benar-benar sebuah penghinaan. Kata-kata itu memuakkan. Sekarang aku
tahu alasan kenapa dia membalas smsku dengan jarak waktu yang lama, dia terlalu
sibuk membalas sms orang itu. Hyunna.
“Puk puk, sabar ya,” ujar Yuri beberapa
saat setelah aku memberitahunya. Beberapa detik sebelumnya mulutnya masih
membentuk huruf O, semacam tanda bahwa ia shock atau mungkin merasa kaget
karena lagi-lagi aku terlihat begitu menyedihkan.
“Gwencahana,” jawabku singkat. Sebisa
mungkin ku tarik sedikit kedua ujung bibirku ke atas agar membentuk sebuah
senyuman. Aku tahu itu tak akan berhasil. Bahkan kalaupun akhirnya senyum itu
terbentuk, kau akan berkata kau sedang
berakting, Jessica.
Aku tahu aku tidak baik-baik saja. Aku
hanya berharap aku bisa terlihat baik-baik saja agar semua temanku tidak terus
menerus merasa kasihan padaku. Setidaknya aku ingin tidak terlihat menyedihkan.
Tapi aku bukan orang yang pandai menyembunyikan perasaanku. Aku tidak cukup
hebat untuk membohongi teman-temanku.
“Jadi, gimana akhirnya Sica ah?”
Pertanyaan itu selalu muncul beberapa hari terakhir ini. Tidak hanya dari satu
orang, beberapa orang. Mereka terlalu peduli, dan aku sangat menghargai itu.
“Ehm… nggak gimana-gimana, baik-baik
aja,” jawabku saat pertanyaan itu terulang lagi tadi siang sepulang sekolah.
“Baik-baik aja dalam keadaan apa? Pisah?
Atau bersama?” pertanyaan mengerikan itu menyusul.
“Pisah,” jawabku setelah beberapa saat
terdiam.
“Jinja? Kamu harusnya tegas milih,” ia
terdiam, “maju atau mundur,” lanjutnya.
Lagi-lagi aku terdiam. Aku bingung harus
bagaimana. Di satu sisi aku masih, ya, semua tahu aku masih sayang. Tapi di
sisi lain aku lelah hanyut dalam ke abu-abuan ini.
“Nappeun namja,” ujar Taeyeon tadi pagi.
“Aniya!” sanggahku.
“Babo ya,” dia mencibir. “Dia bilang
setidaknya dia punya sejarah sama kamu, kesannya seperti dia hanya mencoba mu!”
“Dia bilang sejarah, sejarah itu dulu,
sekarang ya sekarang, jadi tutup ceritamu,” lanjutnya.
Aku terdiam lagi. Entah kenapa aku tidak
senang jika ada yang menganggapnya nappeun namja, walaupun sebenarnya hampir
semua temanku mengatakan itu. Dia baik. Aku tahu itu, dan mereka nggak tahu.
Aku babo? Mungkin iya. Karena dia.
Itu tentang tadi pagi dan siangnya.
Sekarang, rasanya semakin terpecah menjadi kepingan-kepingan kecil, bahkan ada
yang menghilang. Aku lelah. Lelah mempertahankan perasaan ini. Tapi
menghapusnya juga bukan merupakan hal mudah.
“Let it flow, you can do it Sica ah,”
entah siapa saja yang sudah mengatakan itu padaku.
I’m
trying.
Dia yang bilang tentangku sudah masuk
sejarah. Jadi itu dulu, sekarang? Entah. Kelihatannya sudah berbeda. Sejarah
itu dulu kan? Jadi, mungkin aku harus menutup lembar ini, tentang ceritamu.
Berakhir. Kecuali, ada hal magis yang bisa membuat semua berubah dan
memunculkanmu kembali ke dalam lembar baru ceritaku.
-end-
ngggg... sebenernya nulis ff lagi gara -gara sahabat gue si monyet kucluk :|
yaudah sih, gue tau ini bahasanya ancur
sekian dan gamsahamnida chingudeul~!
0 comments
mari berkicauuu...~